"17
Agustus tahun 45, itulah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka Nusa dan
Bangsa. Hari lahirnya bangsa Indonesia.... Merdeka.... Sekali merdeka
tetap merdeka. Selama Hayat masih dikandung badan....." Nyanyi bareng
Putra putri Polindo ya....
Hampir
semua daerah merayakan hari lahir negara kita Indonesia. Putra Putri
Polindo pun tidak mau kalah, kami juga merayakan kemerdekaan Republik
Indonesia yang ke 72. Banyak kegiatan yang kami lakukan sebagai perayaan
kemerdekaan RI. Antara lain open musikal tradisional (menggunakan musik
Angklung yaitu Patrol), perlombaan (yaitu Balap Karung pakai Helm,
Tarik Tambang, Gigit Koin, Paku dalam botol, Bola terong dan lain-lain)
dan jalan sehat. Bukan Hanya itu saja, staff Polindo juga tak canggung
menampilkan seni musikalnya.
Pembukaan Jalan Sehat |
Jalan sehat diiringi dengan musik Patrol |
Balap karung |
Namun, meski dilakukan hampir setiap tahun, tak banyak
masyarakat Indonesia sadar asal mula tradisi perayaan 17 Agustus tersebut.
Padahal, beberapa jenis perlombaan sebenarnya punya sejarah dan filosofi
tersendiri. Dari mana awal mulanya?
Hingga kini tidak diketahui pasti siapa tokoh pelopor tradisi
perlombaan untuk menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia. Yang pasti, perlombaan
"17 Agustusan" mulai jamak dilakukan sekitar tahun 1950-an.
Peperangan mempertahankan kemerdekaan kala itu mulai surut.
Ibu kota negara yang sempat dipindahkan ke Yogyakarta kembali ke Jakarta.
Masyarakat pun ingin merayakan kemerdekaan yang sangat
sulit diraih dan dipertahankan itu. Beragam lomba spontan dilakukan, mulai dari
panjat pinang, lomba makan kerupuk, tarik tambang, sampai balap karung.
Ulang tahun Djawa Baroe—tepat saat Jepang datang pada
Maret 1942—juga dirayakan dengan lomba-lomba seperti tarik beban berat atau
lomba kuda-kuda.
Dalam perjalanannya, perlombaan lalu diadakan untuk
merayakan kemerdekaan Indonesia.
Bahkan, presiden pertama Indonesia, Soekarno, kala itu
sama antusiasnya dengan masyarakat. Ia mau menandatangani buku untuk dijadikan
hadiah lomba.
Karena dilakukan beragam kalangan, sontak perlombaan
untuk merayakan kemerdekaan kian masyhur ke seantero negeri. Lomba-lomba itu
tetap hadir dan meriah sampai hari ini.
Filosofi
Lomba-lomba tersebut pun sebenarnya memiliki makna
mendalam. Balap karung, misalnya, mengingatkan pada perihnya penjajahan,
terutama saat zaman Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, penduduk Indonesia begitu
miskin sampai-sampai tak mampu membeli kebutuhan sandang. Karung goni pun
dipakai sebagai gantinya. Lomba makan kerupuk sama pula. Tangan peserta lomba
diikat sambil berusaha memakan kerupuk yang menggantung, menggambarkan
kesulitan pangan pada masa penjajahan.
Nah, tarik tambang juga menyimpan filosofi tersendiri.
Lomba ini bukan hanya adu kekuatan. Tanpa tim yang kompak, kemenangan sulit
diraih. Tarik tambang mengajarkan tentang gotong royong, kebersamaan, dan
solidaritas.
Tarik Tambang |
Bagaimana dengan lomba panjat pinang? Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, lomba ini biasa dilakukan sejak masa pendudukan
Belanda. Dulu, panjat pinang digelar sebagai hiburan saat
perayaan-perayaan penting orang Belanda di bumi Indonesia, pesta pernikahan,
misalnya. Kala itu juga penduduk pribumi berlomba-lomba mendapatkan hadiah yang
digantungkan di puncak pohon pinang.
Lestarikan
Di Hari Kemerdekaan Indonesia, banyak daerah, termasuk
Surabaya masih mengadakan perlombaan sama. Namun, lahan kosong di Ibu Kota
makin sulit ditemui sehingga lomba yang dilakukan kian terbatas.
Tak jarang, beberapa daerah tak jadi merayakan karena
keterbatasan lahan. Padahal, perlombaan tersebut sudah jadi bagian tradisi dan
"identitas" Indonesia.
Tidak kalah meriah antusias para civitas Politeknik
Indonesia juga ikut meramaikan lomba-lomba agustusan di tahun 2017 ini dengan
antusias di semua perlombaan yang disediakan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik dan bijak. trimakasih